Jumat, 09 Desember 2011

Memainkan peran “Aku”


Tik,tok,tik,tok detik jam dan suara kipas angin menempel di dinding kamar setia menemaniku malam ini. Seharian nyaris tidak ada yang ku kerjakan. Padahal saat ini bukan waktu yang pantas aku diam. Di otakku berbagai ide dan angan ingin menyeruak keluar. Tapi badan seperti enggan menurutinya.
Bukannya malas. Hanya saja saking banyaknya jadi sulit memilih. Aku takut kebiasaan ku meninggalkan setengah angan yang sedang aku rintis untuk menjadi kenyataan terulang. Selalu saja ada pilihan yang membuatku harus meninggalkan semua mimpiku. Katanya mimpiku muluk.
Mulai dari nol lagi setelah setengah berjalan, rasanya sia-sia saja. Aku tak ingin mengidap paham fatalistic. Pasrah menerima segalanya. Terus-terusan mengulang yang sama juga bukan hal yang bagus. Aku seperti keledai saja.
Sebenarnya manusia itu apa? Ketika mereka mempunyai otak untuk berpikir mencari cara agar terbebas dari ketentuan deterministik, tapi mereka harus kembali berkutat dengan sesuatunya yang tak pasti. Ujung-ujungnya harus pasrah juga. Seperti dipermainkan. Aku tak ingin bertengkar dengan Tuhan, karena jelas Dia Maha segalaNya. Aku lelah.
Lagu bilang, dunia ini panggung sandiwara. Klise. Tapi begitu adanya. Memerankan menjadi orang-orang palsu ditengah kepalsuan itulah sebabnya mengapa itu ADIL. Apapun peranmu, pasti akan mempengaruhi eksistensimu. Menjadi figuran sekalipun. Beruntunglah jika kau termasuk yang multitalented. Pasti kau jago berdialog dengan orang lain dan kau takkan tersepak dari panggung ini.
Aku sih sebenarnya senang-senang saja. Selama aku bernapas dan aku tidak terluka sedikitpun, aku mampu melakoninya. Hanya saja aku bosan.
“Tak ubahnya kau itu seperti binatang. Seperti kucing. Meringkuk dipojokan,” ujar wanita tua yang aku temui kemarin ditaman kota.
Rasanya ingin ku cakar saja sekalian wajahnya jika mengingatnya. Enak saja berkata. Waktu itu hujan baru saja selesai turun. Aku berteduh dibawah pintu museum yang terletak di Kota, senin malam.
Suasana cenderung sepi. Sialnya aku berteduh hanya berdua dengan wanita paruh baya itu. Pakaiannya terlihat mencolok untuk seumuran seperti ibuku. Mengenakan legging hitam, dan mini dress berwarna emas. Wajahnya sudah keriput. Rambutnya dijepit keatas memperlihatkan lekuk lehernya. Memakai lipstick merah pekat membuat bibir tipisnya terlihat penuh. Bisa kutebak dia sedang menjadi lonte malam ini.

Jumat, 02 Desember 2011

Selingkuh


Kamu pernah selingkuh? Apa yang kamu pikirkan jika ada orang lain hadir diantara hubunganmu datang tiba-tiba? Terlebih dia adalah orang yang pernah hadir dalam hidupmu sebelumnya? Antara ingin mengacuhkannya, atau ada harapan kecil yang mungkin bisa memperbaiki hubunganmu sebelumnya sehingga kamu menyambutnya?
Kita selalu terjebak romantisme masa lalu. Entah indah atau buruk. Rasanya menyenangkan hahaha. Kita harus pergi diam-diam. Melakukan hal yang menyenangkan berdua. Lalu disana ada pacarmu yang setia menunggumu dengan wajah lugu dan menyanjungmu ketika kau datang. Menyenangkan,bukan? Apalagi ketika kita menyadari bahwa ada dua orang yang menyukaimu dan menginginkanmu.
Untuk wanita yang mempunyai wajah pas-pasan, merasa ini menyenangkan. Bagi yang merasa dirinya cantik ini merupakan “aji mumpung”. Aku rasa pria pun sama.

Hujan Membuat Terdiam


Sore itu aku terhenti dihalte bus roxy. Hujan turun disertai petir yang terus berdegum kencang. Aku memakirkan motorku sembarangan disisi kiri jalan tak jauh dari halte. Sudahlah yang penting masih bisa terlihat,pikirku.
Bukan hanya aku saja yang berdiam meneduh disitu. Ada sekitar 15 orang lain ikutan berdesak ketengah halte agar tak basah. Rata-rata mereka masih berpakaian rapih sepertinya baru saja pulang kerja. Lalu lintas didepanku lambat laun juga menjadi padat. Selain karena hujan sehingga pengendara kendaraan bermotor harus mengurangi kecepatannya, tapi juga karena salah kami yang berteduh memakirkan sembarangan kendaraan kami.

Jumat, 25 November 2011

Bumi dan Venus

Aku Venus. Aku berotasi dengan matahari sama seperti yang lain. Hanya saja arahku berlawanan. Hal itu juga yang membuatku terlihat lebih keras kepala ketimbang yang lain. Banyak yang bilang aku ini sebenarnya indah, hanya saja awan selalu menyelimuti tubuhku hingga orang tak pernah kenal dengan ku lebih dekat.
Empat bulan yang lalu aku terpikat dengan pria bernama, Mars. Dia berada bersebelahan dengan orang yang tak ku kenal tapi selalu disampingku, Bumi. Mars begitu tampan. Seperti disihir. Padahal aku baru saja mengenalnya. Warnanya yang kemerah-merahan membuat kesan misterius tetapi maskulin. Tak gampang ditebak tetapi terlihat meyakinkan. Dia lebih bersahabat dengan yang lain dibanding aku.
Hampir sebulan kedekatan kami. Tak membuat semua jauh lebih baik. Aku yang tertutup awan berusaha untuk sedikit terbuka. Tapi dirinya yang terlihat bersahabat, malah menarik awan gelap hingga akhirnya menutupi dirinya sendiri dari tatapanku. Pasca itu, aku sulit melihatnya. Selain ditutup awan gelap, Bumi temannya ikut juga turut menghalang-halangiku.
            “Hei kau, tolong minggir sedikit. Aku ingin melihat Mars!” teriakku ke Bumi.
            Bumi tak menggubris.